Haloperidol

Haloperidol
Ilustrasi sediaan Haloperidol. Credit: speedsmedical.co.uk

Bagikan :


Brand/Nama Lain

Haldol, Haldol Decanoas, Dores, Govotil, Lodomer, Seradol, Upsikis, dan Serenace

 

Cara Kerja

Cara kerja utama haloperidol berkaitan erat dengan antagonisme terhadap reseptor dopamin, khususnya reseptor D2. Obat ini mengikat reseptor D2 tanpa mengaktifkannya, sehingga menghambat aksi dopamin, suatu neurotransmitter yang berperan penting dalam pengaturan emosi, persepsi, dan fungsi kognitif.

Mekanisme tersebut paling dominan pada jalur dopaminergik mesolimbik, yang diyakini menjadi pusat timbulnya gejala psikotik seperti halusinasi dan delusi. Dengan menghambat stimulasi dopamin di jalur ini, haloperidol dapat meredakan gejala positif pada skizofrenia dan gangguan psikotik lainnya.

 

Indikasi

Haloperidol diindikasikan untuk pengobatan berbagai gangguan psikiatri dan neurologis yang berkaitan dengan hiperaktivitas dopaminergik di otak. Obat ini terutama digunakan dalam penanganan skizofrenia, khususnya untuk mengontrol gejala positif seperti halusinasi, delusi, dan perilaku.

Haloperidol juga efektif untuk mengatasi agitasi akut, mania pada gangguan bipolar, serta psikosis akibat intoksikasi alkohol atau obat. Dalam pengaturan darurat psikiatri, haloperidol sering digunakan untuk menenangkan pasien yang mengalami gangguan perilaku berat atau agitasi hebat. Obat ini juga digunakan untuk mengobati sindrom Tourette, terutama dalam mengurangi frekuensi dan intensitas tics motorik dan vokal.

Di bidang neurologi, haloperidol kadang diberikan untuk mengontrol mual dan muntah berat yang tidak merespons terapi standar, serta digunakan sebagai terapi tambahan pada delirium akut.

 

Kontraindikasi

Haloperidol memiliki beberapa kontraindikasi penting yang perlu diperhatikan karena penggunaannya dapat menimbulkan risiko serius pada kondisi tertentu. Kontraindikasi utama haloperidol adalah pada individu yang memiliki hipersensitivitas atau alergi terhadap haloperidol atau komponen lain dalam formulasi obat tersebut.

Obat ini tidak boleh diberikan pada pasien dengan penyakit Parkinson, karena haloperidol bekerja dengan memblokir dopamin sehingga dapat memperburuk gejala motorik. Selain itu, haloperidol dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan sistem saraf pusat berat, seperti koma atau depresi sistem saraf pusta yang berat, karena dapat memperparah penurunan kesadaran.

Penggunaan haloperidol pada pasien dengan riwayat gangguan irama jantung juga dikontraindikasikan, karena obat ini dapat memperpanjang interval QT pada pemeriksaan EKG dan meningkatkan risiko Torsades de Pointes (aritmia yang mengancam jiwa). Pasien dengan riwayat gangguan jantung berat, hipokalemia, atau hipomagnesemia juga sebaiknya tidak menggunakan haloperidol tanpa pemantauan ketat.

Kontraindikasi tambahan termasuk penggunaan bersama obat lain yang bisa memperpanjang interval QT atau berdampak buruk pada jantung. Oleh karena itu, sebelum memberikan haloperidol, penting untuk memeriksa kondisi kesehatan pasien secara menyeluruh. Pemeriksaan yang biasanya dilakukan meliputi rekam jantung (EKG) dan kadar elektrolit dalam darah, untuk memastikan bahwa penggunaan haloperidol aman dan tidak menimbulkan risiko yang serius bagi jantung.

 

Efek Samping

Haloperidol dapat menimbulkan berbagai efek samping, mulai dari yang ringan hingga serius. Efek samping yang paling sering terjadi adalah gangguan gerakan atau yang disebut gejala ekstrapiramidal, seperti tremor, otot kaku, gerakan lambat, kejang otot tiba-tiba, atau rasa gelisah yang membuat pasien sulit diam.

Penggunaan jangka panjang juga bisa menyebabkan diskinesia tardif, yaitu gerakan tidak terkendali pada wajah, lidah, atau anggota tubuh, yang bisa menetap bahkan setelah obat dihentikan. Selain itu, haloperidol dapat meningkatkan kadar hormon prolaktin dalam tubuh, sehingga bisa menyebabkan gangguan menstruasi, keluarnya ASI tanpa menyusui, pembesaran payudara pada pria, dan gangguan seksual.

Efek samping lainnya termasuk rasa mengantuk, pusing, mulut kering, sembelit, dan kadang-kadang tekanan darah turun saat berdiri. Pada kasus yang lebih serius, haloperidol bisa memengaruhi irama jantung dan menyebabkan kondisi berbahaya seperti torsades de pointes.

Salah satu efek samping paling serius namun jarang terjadi adalah sindrom neuroleptik malignan, yang ditandai dengan demam tinggi, otot sangat kaku, perubahan tekanan darah, dan penurunan kesadaran.

 

Sediaan

Haloperidol tersedia dalam berbagai bentuk sediaan untuk disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan pasien. Pemilihan sediaan tergantung pada kondisi pasien, tingkat keparahan gejala, dan tujuan pengobatan. Sediaan obat sangat bermanfaat untuk meningkatkan kepatuhan pasien dalam terapi jangka panjang. Berikut ini adalah bentuk-bentuk sediaan haloperidol yang umum digunakan:

  • Tablet oral

Sediaan: 0,5 mg, 1 mg, 2 mg, 5 mg, dan 10 mg

Digunakan untuk pengobatan jangka panjang atau perawatan pasien rawat jalan dengan gangguan psikotik

  • Injeksi Intramuskular

Sediaan : 5 mg/mL

Digunakan dalam situasi darurat psikiatri seperti agitasi akut atau psikosis berat, terutama jika pasien tidak kooperatif atau tidak bisa minum obat

  • Injeksi long-acting / depot (Haloperidol Decanoate)

Sediaan: 50 mg/mL atau 100 mg/mL

Diberikan secara intramuskular setiap 4 minggu, digunakan untuk pasien dengan skizofrenia kronis atau pasien yang kesulitan patuh minum obat setiap hari

  • Tetes Oral (Haloperidol Drop)

Sediaan: 2 mg/mL

Digunakan untuk pasien yang kesulitan menelan tablet, seperti lansia atau pasien dengan gangguan neurologis

 

Dosis

Dosis haloperidol bervariasi tergantung pada kondisi yang diobati, usia pasien, respons terhadap pengobatan, serta bentuk sediaan yang digunakan. Penyesuaian dosis diperlukan untuk pasien lansia, pasien dengan gangguan hati, atau yang sedang menggunakan obat lain. Dosis harus ditentukan dan dimonitor oleh tenaga medis, karena risiko efek samping seperti gejala ekstrapiramidal dan gangguan irama jantung meningkat seiring peningkatan dosis.

Dosis oral (tablet atau tetes)

  • Dewasa – skizofrenia atau psikosis akut:

Dosis awal: 0,5 mg hingga 5 mg, 2–3 kali sehari

Dosis pemeliharaan: 5–15 mg per hari (dapat disesuaikan)

Dosis maksimal: Hingga 30–40 mg/hari pada kasus berat, tetapi harus dengan pengawasan ketat

  • Lansia:

Dosis awal lebih rendah, biasanya 0,5–2 mg/hari, dibagi dalam 1–2 kali pemberian

Dosis dinaikkan perlahan sesuai toleransi pasien

 

Dosis injeksi intramuskular

Digunakan dalam keadaan darurat seperti agitasi berat atau psikosis akut

Dewasa: 2,5–10 mg per suntikan, dapat diulang setiap 4–8 jam jika perlu

Dosis maksimal per hari: 20–30 mg (tergantung kondisi pasien)

 

Dosis injeksi depot (Haloperidol Decanoate)

Digunakan untuk pemeliharaan jangka panjang, diberikan setiap 4 minggu

Dosis awal: 25–100 mg IM, bisa disesuaikan berdasarkan respons

Dosis pemeliharaan: 50–300 mg setiap 4 minggu

 

Keamanan

Haloperidol termasuk dalam kategori C menurut FDA, yang berarti studi pada hewan menunjukkan adanya risiko terhadap janin, tetapi belum ada studi terkontrol pada manusia. Obat ini masih dapat digunakan pada ibu hamil jika manfaatnya dianggap lebih besar daripada risikonya, seperti pada kasus gangguan psikotik berat.

Haloperidol memiliki potensi risiko pada kehamilan, namun penggunaannya diperbolehkan dengan pengawasan medis yang ketat. Haloperidol dapat masuk ke dalam ASI, sehingga jika digunakan selama menyusui, bayi harus dipantau untuk kemungkinan efek samping seperti sedasi atau gangguan gerakan.

 

Interaksi Obat

Haloperidol dapat berinteraksi dengan berbagai obat lain, yang dapat meningkatkan risiko efek samping atau mengurangi efektivitasnya. Salah satu interaksi penting adalah dengan obat-obat yang dapat memperpanjang interval QT pada jantung, seperti beberapa antibiotik (misalnya eritromisin), antidepresan, antijamur, dan antiaritmia, karena kombinasi ini dapat meningkatkan risiko gangguan irama jantung yang serius.

Haloperidol juga dapat berinteraksi dengan obat penekan sistem saraf pusat seperti benzodiazepin, antihistamin, atau alkohol, yang dapat menyebabkan sedasi berlebihan atau gangguan pernapasan. Penggunaan bersama obat antiparkinson, seperti levodopa, dapat saling meniadakan efek, karena haloperidol menghambat dopamin sementara levodopa meningkatkannya. Interaksi juga bisa terjadi dengan obat yang memengaruhi enzim hati (CYP3A4 dan CYP2D6), seperti rifampisin atau fluoksetin, yang dapat mengubah kadar haloperidol dalam darah.

 

Mau tahu informasi seputar obat-obatan lainnya? Cek di sini, ya!

Writer : dr. Alvidiani Agustina Damanik
Editor :
  • dr. Alvidiani Agustina Damanik
Last Updated : Senin, 17 November 2025 | 14:20

U.S. National Library of Medicine. (2024). Haloperidol (Professional Patient Advice). MedlinePlus. Diakses dari: https://medlineplus.gov/druginfo/meds/a682180.html

RxList. (2024). Haldol (Haloperidol): Drug Information, Side Effects, Interactions. Diakses dari: https://www.rxlist.com/haldol-drug.htm

National Center for Biotechnology Information (NCBI). (2021). Haloperidol. Dalam: StatPearls. Diakses dari: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK560892/

News Medical Life Sciences. (2023). Haloperidol - Drug Interactions. Diakses dari: https://www.news-medical.net/health/Haloperidol-Drug-Interactions.aspx

British National Formulary (BNF). (2024). Haloperidol: Drug Monograph. London: BMJ Group and Pharmaceutical Press.